LisensiREDAKSI

PKL Malioboro Tuntut Partisipasi dan Transparansi Jelang Relokasi 2025

Jumat (05/07), Pedagang Kaki Lima (PKL) Teras Malioboro (TM) 2 bersama berbagai elemen masyarakat melakukan demonstrasi dan audiensi di DPRD DIY. Aksi dengan tajuk “Parade Rakyat Tertindas: PKL Malioboro Mendatangi Wakil Rakyat untuk Mewujudkan Relokasi yang Partisipatif dan Mensejahterakan” itu bermula dari tidak adanya respons dari Pemerintah Daerah (Pemda) terkait surat permohonan audiensi yang telah tiga kali dikirimkan sejak 13 Mei 2024. Setibanya di halaman gedung DPRD DIY, massa melakukan orasi. Sementara itu, sebanyak 20 orang perwakilan Paguyuban Tri Dharma didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta melakukan audiensi bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di dalam gedung DPRD DIY.

Romi, Badan Pengawas Tri Dharma, menegaskan bahwa PKL TM 2 menuntut agar  diikutsertakan dalam proses perumusan kebijakan mengenai relokasi tahap dua. Sebab, rencana relokasi pada tahun 2025 tersebut dianggap akan semakin merugikan keberadaan PKL. “Kita cuma ingin diajak untuk berdialog,” Ujarnya.

Rakha selaku kuasa hukum PKL TM 2, menilai  tidak adanya partisipasi dan transparansi berimplikasi terhadap pelanggaran hak penghidupan layak. Ia menyebutkan apabila dua hal ini tidak tercapai, maka keputusan yang dikeluarkan pemangku kebijakan telah melanggar hak PKL sebagai warga negara dan sebagai manusia. “Sekarang proses selanjutnya yang kita kawal adalah relokasi PKL Malioboro yang akan dipindah dari Teras Malioboro 2 ke Beskalan dan Ketandan,” tutur Rakha.

Upik Supriyati, salah seorang perwakilan pengurus Paguyuban Tri Dharma menjabarkan hasil audiensi yang telah dilakukan. Ia menuturkan, audiensi kali ini menghasilkan komitmen politik antara Pemda DIY dengan pihak PKL TM 2. Dengan adanya komitmen politik tersebut, dalam seminggu kedepan pihak PKL akan mengupayakan pelibatannya untuk berdiskusi mengenai Detail Engineering Design (DED) yang sebelumnya tidak melibatkan PKL. “Dinas Budaya Kota selaku pelaksana relokasi juga akan dilibatkan dalam diskusi bersama Pemda DIY dan PKL,” terang Upik.

Selain itu, Upik menyatakan, diskusi ini sebagai sarana untuk menyuarakan bahwa Beskalan dan Ketandan tidak layak untuk menjadi lokasi relokasi selanjutnya. Ia juga mengatakan apabila komitmen politik tersebut tidak terealisasi, maka para PKL akan kembali membanjiri Selasar Malioboro. Adanya komitmen politik ini diharapkan memunculkan komunikasi dua arah antara Pemda bersama PKL terkait perencanaan relokasi yang sebelumnya hanya bersifat satu arah dari Pemda. “Kita berharap selama belum ada kesepakatan mengenai DED dalam seminggu ini, maka perumusannya harus dihentikan sementara,” ujar Upik.

Di Akhir, Rakha mengatakan hasil audiensi belum menghasilkan kata sepakat oleh semua pihak. PKL Malioboro akan terus melakukan upaya untuk merebut kembali hak-hak mereka. Rakha melanjutkan, para PKL akan terus mencari keadilan dan menyuarakan tuntutan mereka melalui langkah-langkah konstitusional, dan apabila diperlukan aksi dapat dieskalasikan ke tingkat nasional. “Langkah konkret yang kita lakukan adalah mencari keadilan di saluran-saluran yang resmi dan konstitusional. Salah satunya ialah aksi turun ke jalan dan mengakses beberapa instansi di tingkatan pemerintah pusat,” pungkasnya.

 

Penulis: Ananda Naufal Waliyyuddin

Penyunting: Andreas Hanchel Parlindungan Sihombing

Foto: Ananda Naufal Waliyyuddin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.