LisensiREDAKSI

Aksi ‘Jogja Memanggil’, Tolak Politik Dinasti dalam Revisi RUU Pilkada

“Aku, kamu, lawan oligarki!” seru lantang salah satu perwakilan Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT), Vivi, dan diikuti oleh massa dalam aksi Jogja Memanggil pada Kamis (22/07). Massa aksi melakukan long march sepanjang Jalan Malioboro, dimulai dari Lapangan Parkir Abu Bakar Ali menuju gerbang Istana Kepresidenan Yogyakarta dan Titik Nol untuk menyerukan orasi. Aksi yang dihadiri  oleh mahasiswa, akademisi, buruh, hingga seluruh elemen masyarakat ini untuk menyuarakan protes terhadap DPR RI lantaran menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan cara menciptakan draf Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada baru melalui putusan Mahkamah Agung (MA).

Perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), menggemakan orasinya di Titik Nol. Ia mengatakan, di hari pembuatan RUU Pilkada merupakan sebuah tanda ketidakadilan dari institusi-institusi pemerintahan. “Sekarang, mereka [jajaran pendukung istana] panik dan bersekutu dengan elite-elite tertentu untuk menghalang kepentingan demokrasi,” serunya. Ia menambahkan bahwa massa aksi akan terus mengawal apa yang menjadi mandat rakyat.

RUU Pilkada juga menjadi titik kemarahan sekaligus keresahan masyarakat karena membuka jalan bagi Kaesang Pangarep, anak bungsu Presiden Jokowi, untuk ikut eksis di kontestasi Pilkada serentak. Atmaja, mahasiswa Fisipol UGM, mengaku miris melihat manuver-manuver Jokowi yang sejauh ini diberitakan di media massa. Menurutnya, banyak intervensi ke ranah hukum dan konstitusi sehingga hal tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai moral. “Yang paling jelas, sih, nepotismenya yang harus kita tolak bareng-bareng,” tegas Atmaja.

Adhika, Mahasiswa Teknik Mesin, turut mengungkapkan keresahannya terkait RUU Pilkada yang tertuang dalam seruan aksi Jogja Memanggil terhadap RUU Pilkada garapan DPR RI. Pertama, persyaratan ambang batas (threshold) dukungan partai politik atau gabungan partai politik yang telah diturunkan persentasenya oleh MK menjadi minimal 7,5% kursi di DPRD namun dianulir oleh DPR. Kedua, batasan usia calon gubernur 30 tahun menjadi dihitung saat penetapan, bukan saat pendaftaran. “Kan, kita pengen supaya pemerintah itu tetap patuh, taat, menghormati, dan menjalankan apa yang sudah diputuskan oleh MK.” Ujar Adhika.

Lebih lanjut, Adhika menyatakan demokrasi  Indonesia telah dikebiri secara perlahan-lahan melalui rentetan peristiwa pengesahan RUU kontroversial. Katanya, terutama semenjak 2019 seperti RUU KPK, Cipta Kerja, termasuk RUU Pilkada saat ini. “Kok [DPR], sepanik itu? Apakah pak lurahnya [Presiden Jokowi] merasa kebobolan karena MK mengeluarkan putusan [menentang] kayak gitu?” ujarnya. 

Salah satu penggiat aksi Jogja Memanggil, Maulana, menekankan bahwa aksi hari ini bukanlah langkah awal dan akhir. Ia mengatakanakan masih ada asesmen untuk mengawal tuntutan aksi atas pembatalan RUU Pilkada. “Pengawalan isu RUU Pilkada tidak hanya sebatas aksi di jalan, pengawalan ini bisa dilakukan di media massa dan melalui langkah lainnya,” terang Maulana. Sebelum Aksi Jogja Memanggil terlaksana, Maulana menyebut sudah ada tekanan konstitusional yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia  dengan menggugat UU Pilkada tentang larangan kampanye Pilkada di perguruan tinggi.

Maulana menaruh empat harapan besar dari Aksi Jogja Memanggil yang dapat mendorong tindakan pemerintah dan DPR sebagai lembaga legislatif. Pertama, menuntut pemerintah terutama DPR untuk menghormati putusan MK. Kedua, DPR harus membatalkan dan tidak melanjutkan revisi UU Pilkada. Ketiga, menuntut KPU segara mengubah Peraturan Komisi Pemilihan Umum dan mensosialisasikan secara komprehensif kepada masyarakat. Keempat, menuntut DPR untuk menghormati demokrasi di Indonesia. 

“Jangan gunakan hukum untuk melanggengkan kekuasaan dan jangan gunakan kekuasaan untuk mengobrak-abrik hukum,” pungkas Maulana. 

 

Penulis: Desti Nicawati dan Maritza Ayushitanaya 
Penyunting: Fatihah Salwa Rasyid

Fotografer: Putri Valentin Febrianti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.