Kampus Semakin Kapitalis dan Otoriter dalam Diskusi Buku “Kampus Hari Ini: Mahal, Menindas, dan Kehilangan Integritas

Sumber: dokumentasi pribadi

Social Movement Institute (SMI) telah menggelar peluncuran serta bedah buku berjudul “Kampus Hari Ini: Mahal, Menindas, dan Kehilangan Integritas” pada Rabu (20/3). Selain kehadiran Eko Prasetyo (penulis “Kampus Hari Ini”), diskusi tersebut menghadirkan tiga narasumber utama lainnya, yaitu Made Supriatma (peneliti ISEAS Singapura), Okky Madasari (pendiri Omong-Omong Media), Muhammad Rafly (Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga), dan Ganta Semendawai (Aliansi Pendidikan Gratis). Diskusi yang berlokasi di Green House Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini berfokus pada mahalnya uang kuliah tunggal (UKT) sekaligus minimnya ruang bebas berekspresi bagi mahasiswa.

Eko mengawali diskusi dengan memaparkan terkait dasar penulisan bukunya bahwa kampus telah mengalami kehancuran akademik. Kehancuran tersebut tergambar melalui retaknya mimpi mahasiswa untuk menjadi intelektual dengan biaya kuliah yang terjangkau. Eko juga meyakini bahwa program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) merupakan “akal-akalan” pemerintah yang seolah mendesain kampus menjadi tempat yang hanya mempersiapkan mahasiswanya bekerja. “Mahasiswa dibiarkan merdeka dalam menjelajahi pekerjaan, tetapi sulit sekali untuk dibiarkan merdeka untuk beradu intelektual di ruang diskusi,” ujarnya.

Selaras dengan Eko, Made berkomentar bahwa buku “Kampus Hari Ini” merupakan buku yang sangat agitatif, yaitu mendasar atas perasaan dan keadaan. Pertama, menggambarkan realita sosial bahwa masyarakat menengah ke bawah yang sulit untuk bert UIahan kuliah karena kampus telah terindustrialisasi. “75 tahun kita merdeka, orang masih antre beras dan tidak ada satu pun perguruan tinggi yang mempertanyakan mengapa ini terjadi,” ungkap Made.

Kedua, Made melanjutkan bahwa ketidakmaksimalan kampus dalam menyediakan ruang kebebasan dan bermanuver bagi mahasiswanya. Made menyinggung mahasiswa yang ingin membuat perubahan harus dianggap menjadi biang masalah. Ia menambahkan aksi pemberontakan juga wajib diikuti dengan landasan berpikir kritis. “Jangan menganggap remeh demo. Itu jauh lebih berharga daripada Anda magang. Orang memang perlu melakukan magang, tetapi mengelola organisasi dan memimpin massa merupakan ilmu yang mahal,” tegas Made.

Okky menilai kampus mulai kehilangan keberanian untuk bicara sejalan dengan tingginya biaya kuliah dan rendahnya kesejahteraan dosen. Menurutnya, kampus saat ini melahirkan mahasiswa yang pragmatis. “Lebih cepat lulus, lebih baik. Kita bisa magang, ngapain harus berorganisasi kalau organisasi nggak ada nilainya, magang bisa menambah poin,” ungkapnya.

Okky melanjutkan, independensi kampus dirasa hilang dengan maraknya instruksi agar mahasiswa menggunakan pinjaman online (pinjol) untuk melunasi biaya UKT yang tinggi. Okky juga memaparkan jika tradisi intelektualisme saat ini mengalami perubahan. “Bagaimana relasi antara mahasiswa dengan dosen, bagaimana relasi dalam produksi pengetahuan itu sudah berubah dalam dunia kampus kita,” ujarnya.

Melanjutkan pendapat Okky, Ganta memaparkan tiga poin penting dalam buku Kampus Hari Ini, yaitu kampus itu mahal, menindas, dan kehilangan integritas. Ia menyebutkan liberalisasi pasar benar-benar terjadi di institusi pendidikan. Salah satu contoh yang diberikan ialah tes toefl. “Tes toefl yang diwajibkan, yang dibuat oleh kampus itu sendiri, tapi setelah lulus kita tidak bisa memakainya untuk prasyarat apapun,” ungkapnya. Ia juga memaparkan terdapat beberapa mahasiswa yang tidak bisa menyelesaikan perkuliahan hingga mengakhiri hidup karena tingginya biaya UKT.  

Dengan berbagai persoalan kampus tersebut, Ganta menilai mahasiswa semakin menginginkan keluar dari kampus secepatnya. Mahasiswa mulai melihat permasalahan struktural sebagai permasalahan individu dan menyelesaikannya dengan cara individual. “Menjadi wajar kalau kemudian isi buku ini intinya memprovokasi kita untuk marah karena alasan kita untuk marah itu udah cukup besar,” tutur Ganta.

Pembicara terakhir, Rafli, mengungkapkan permasalahan UKT telah terjadi di UIN Sunan Kalijaga sejak lama. Mahasiswa sudah sering melakukan demonstrasi perihal uang kuliah tunggal. “Di tahun 2024 ini UIN Sunan Kalijaga sudah tiup lilin, dalam tanda kutip sudah satu dekade UIN Sunan Kalijaga ini merayakan penolakan terhadap UKT. “ ujarnya. Padahal fasilitas yang didapatkan dari besaran UKT yang tinggi belum cukup memadai.

 

Penulis: Anastasya Niken Pratiwi & Maritza Ayushitanaya

Penyunting: Nasywa Putri Wulandari & Resha Allen Islamey

Satu pemikiran pada “Kampus Semakin Kapitalis dan Otoriter dalam Diskusi Buku “Kampus Hari Ini: Mahal, Menindas, dan Kehilangan Integritas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.